Klenteng See Hien Kiong Yang Berusia Ratusan Tahun Masih Berdiri Hingga Saat Ini Kota Padang

Klenteng See Hien Kiong di Tanah Kongsi, Padang Selatan, Sumatera Barat, Indonesia, tergolong kuno. Dibangun orang Tiongkok suku Tjiang dan Tjoan Tjioe saat berdagang ke sana, 1846. Tempat itu satu-satunya klenteng di Sumatera Barat. Klenteng ini terdiri atas 2 bangunan utama.

Mengenal Sejarah Klenteng See Hien Kiong

Arti kata Se Hien Kiong ini berasal dari kata Se: barat dan kependekan dari “Se Tjong”, Hien: Timbul atau terbit (maknanya agama yang terbit dari “Se Tjong”), Kiong: balairung atau tempat kedudukan. Jadi secara keseluruhan Se Hien Kiong memiliki arti balairung tempat kedudukan HOET yang beragama Budha. Secara umum kelenteng ini diperuntukan untuk umat Tri Dharma. Tri Dharma berarti tiga aliran (ajaran) yang terdiri dari agama/ajaran Budha aliran Mahayana, Tao, dan Konghucu.

Pada tahun 1861, klenteng ini terbakar karena kelalaian dari pendeta (Sae Kong). Pembangunan Kelenteng (Kwan Im Teng) Se Hien Kiong pada tahap kedua ini diprakarsai oleh Kapten (Cina) Lie Goan Hoat, Letnan (Cina) Liem Soen Mo dan Lie Bian Ek.

Berdasarkan hasil mufakat, mereka berkesimpulan bahwa pendirian kelenteng harus segera dilakukan. Uang untuk kebutuhan pembangunan kelenteng ini merupakan uang pinjaman. Sedangkan beban biaya pembayarannya nanti akan dibebankan pada pajak dan hasil pasar (loos bambu) yang didirikan di sekitar di areal kelenteng, kelenteng itu sendiri dan Tanah Kongsi.

Salah satu kesulitan dalam pembangunan kelenteng ini adalah tenaga teknis (tukang kayu) yang sangat sulit didapatkan untuk membangun kelenteng. Karena memang arsitektur bangunan kelenteng ini sangat spesifik, dan diluar daerah rantau Cina sedikit sekali ditemukan adanya kelenteng sehingga keberadaan tukang kayu yang bisa untuk melaksanakan pembangunan kelenteng ini juga sangat susah.

Berdasarkan fakta tersebut maka Kapten (Cina) Lie Goan Hoat mengutus seorang anaknya yang bernama Khong Teek berlayar ke Cina untuk mencari tukang kayu yang pandai dan ahli untuk membangun kelenteng. Jumlah keseluruhan tukang kayu yang didatangkan dari Cina ini adalah 10 (sepuluh) orang.

Berdasarkan Prasasti (batu peringatan) tersebut tertulis bahwa pendirian kelenteng ini dimulai pada tahun Cina Koei Yoe dan bulan 12 tanggal 3, dan baru rampung pada tahun Peng Tji bulan 12 dengan lama pengerjaan 4 tahun.

Bangunan depan terdiri dari serambi depan dan ada pintu masuk berukuran besar, serta ruang dalam yang difungsikan sebagai ruang tunggu. Kemudian di bangunan kedua, ada tempat altar yang biasa digunakan untuk berdoa dan membakar hio. Di luar bangunan utama, di sebelah kiri dan kanan klenteng terdapat bangunan lain yang digunakan sebagai tempat menyimpan peralatan keagamaan

Keberadaan Klenteng See Hien Kiong (Tri Dharma) di Padang tidak terlepas dari eksistensi masyarakat etnis Tiong Hoa sebagai masyarakat pendukung kebudayaan tersebut khususnya di Kota Padang. Pada umumnya masyarakat etnis Tiong Hoa ini bermata pencaharian sebagai pedagang atau saudagar. Aktivitas perdagangan orang Tiong Hoa dengan orang Minangkabau sudah diawali berabad yang lalu, ketika orang Tiong Hoa melakukan perdagangan internasional dengan raja-raja di wilayah Nusantara.

Jumlah orang Tiong Hoa yang datang ke Sumatera Barat semakin meningkat, ketika jalur perdagangan lada juga dibuka di pantai barat Sumatera sejak abad ke-13. Perdagangan lada dilakukan melalui jalur sungai dan jalan setapak dari daratan tinggi ke pelabuhan di pantai Pariaman, Tiku, Ulakan, Koto Tengah dan Pantai Padang yang kemudian dikenal sebagai Pantai Pariaman (Piaman) sampai pertengahan abad ke-17.

Jumlah orang Tiong Hoa yang tinggal menetap di sekitar pelabuhan di Padang dan Pariaman semakin meningkat setelah VOC berhasil mengambil alih Padang dan Pariaman dari tangan Aceh pada tahun 1620. Pada tahun 1825 di Padang ditemukan 1.422 orang Tiong Hoa, sedangkan di Pariaman 25 orang dan meningkat menjadi 60 orang pada tahun 1833.

Pertumbuhan pemukiman Tiong Hoa terjadi secara pesat, ketika imigran Cina datang seiring  dengan meningkatnya kegiatan Belanda untuk mengekploitasi kekayaan alam Indonesia. Selain karena kegiatan eksploitasi Belanda, sebahagian besar pemukiman Tiong Hoa di Indonesia terbentuk akibat proses aktivitas perdagangan orang Tiong Hoa di kota-kota pelabuhan yang memberikan peluang bagi mereka untuk beraktivitas. Hal ini juga di dorong oleh adanya peraturan Pemerintah Belanda yang mengharuskan penduduk asing untuk tinggal disuatu pemukiman khusus dan adanya tingkatan golongan yang dibentuk Belanda di Hindia Belanda

Orang Tiong Hoa mulanya tinggal di daerah pelabuhan di sepanjang pantai barat Sumatera, yaitu pelabuhan Pariaman, Padang, Painan dan Tiku. Walaupun orang Tiong Hoa ditemukan tinggal di pelabuhan Painan dan Tiku, namun pemukiman Tiong Hoa terbentuk hanya di Pariaman dan Padang.  Hal ini kemungkinan disebabkan karena aktivitas perdagangan mereka lebih terfokus di Padang yang letaknya tidak jauh dari Pariaman, sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan pada masa Pemerintahan Hindia Belanda.