Makna Sai Bumi Ruwa Jurai Lampung

“Sai Bumi Ruwa Jurai”. Itulah semboyan yang disandang oleh provinsi paling ujung selatan di Pulau Sumatera tersebut. Semboyan itu juga bermakna identitas asli leluhur masyarakat Lampung, yang berarti Satu Bumi Dua Jiwa.

Makna Sai Bumi Ruwa Jurai

Sesuai dengan semboyan Provinsi Lampung, Sai Bumi Ruwa Jurai, atau Satu Bumi Dua Jiwa, masyarakat di provinsi ini dibagi dalam dua suku, yaitu Suku Lampung Pesisir dan Suku Lampung Pepadun. Meskipun sama-sama menjadi masyarakat asli, namun kedua suku ini memiliki perbedaan yang cukup mencolok, baik dalam bahasa maupun tata cara dan adat istiadat lainnya.

Suku Lampung Pepadun tinggal di daerah tengah atau daratan. Masyarakat dengan suku ini terkonsentrasi di wilayah pedalaman dan dataran tinggi. Sistem kekerabatan yang digunakan oleh masyarakat Suku Pepadun adalah sistem patrilineal.

Dialek bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Pepadun adalah Bahasa Lampung dengan dialek “O”. Pelafalan yang diucapkan oleh masyarakat ini adalah pelafalan dengan irama atau intonasi yang mengayun dan menekan. Tak jarang pengguna bahasa dialek “O” ini diidentikkan sebagai masyarakat yang kurang ramah karena cara berbicaranya. Namun, ada beberapa daerah masyarakat Lampung Pepadun yang juga menggunakan bahasa dialek “A” dalam bahasa percakapan sehari-hari.

Siger, Hiasan Mahkota Perempuan yang digunakan oleh masyarakat suku Pepadun, berjumlah sembilan lekuk yang bermakna sembilan marga yang membentuk Abung Siwo Megou. Baju yang dikenakan oleh masyarakat ini pada upacara adat atau pernikahan juga didominasi dengan warna putih.

Sementara Suku Lampung Pesisir tinggal di sepanjang pesisir Lampung. Diyakini, masyarakat suku Pesisir ini menjadi cikal bakal dari suku Lampung di Indonesia. Hal ini ditandai dengan hadirnya Kerajaan Sekala Berak yang merupakan kerajaan tertua di Lampung dan bermukim di Lampung Barat. Sampai saat ini, Kerajaan Sekala Berak masih berdiri dengan memiliki empat Kepaksian (sub-kerajaan) yang tersebar di seluruh Lampung. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Pesisir adalah bahasa Lampung dengan dialek “A”. Pelafalan yang digunakan oleh masyarakat ini lebih jelas, hampir setara dengan pelafalan Bahasa Indonesia pada umumnya.

Siger masyarakat suku Pesisir memiliki tujuh lekuk dengan hiasan bunga pada bagian atas, yang menandakan tujuh sungai yang ada di Lampung. Ada juga yang mengatakan bahwa Siger masyarakat suku Pesisir terpengaruh oleh budaya masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat. Ada juga Siger yang memiliki tali yang menjuntai menutupi wajah. Siger ini digunakan oleh masyarakat suku Pesisir-Melinting di Lampung Timur. Pada acara-acara adat dan pernikahan pun warna baju yang digunakan oleh masyarakat ini adalah warna merah.