Istana Pagaruyung Batusangkar atau Istano Basa Pagaruyuang adalah tempat wisata budaya yang sangat sayang dilewatkan kalau anda berkunjung ke Sumatera Barat, khususnya daerah Batusangkar. Tak hanya mempunyai alam yang indah. Sumatera Barat juga memiliki istana kaya akan nilai sejarah.
Baik itu sebelum kedatangan Belanda maupun setelah Indonesia dijajah Belanda. Istana Pagaruyung ini menjadi destinasi favorit para wisatawan terutama wisatawan lokal maupun manca negara. Dikenal juga sebagai pusat kerajaan Minangkabau yang meliputi Luhak Nan Tigo yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Limo Puluah.
Mengenal Istana Pagaruyung Batusangkar
Istana Pagaruyung dibangun di era abad ke-17. Istana Pagaruyung yang indah ini berbentuk empat persegi panjang seperti rumah panggung dengan memakai atap lancip yang menonjol seperti tanduk kerbau. Inilah yang biasa disebut gonjong. Bangunan istana ini juga dilengkapi dengan tabuah, rangkaian patah sembilan, surau, serta didominasi beragam craft atau ukiran yang unik.
Setiap bentuknya memiliki falsafah sejarah dan budaya Minangkabau yang kental. Di dalam bangunan yang terdiri dari 11 gonjong, 72 tonggak, dan 3 lantai ini, terdapat barang-barang peninggalan kerajaan yang masih terpelihara dan dijaga dengan baik. Di dalam pekarangan yang sama terdapat juga Medan Nan Bapaneh sebagai tempat musyawarah para pejabat istana dan Bundo Kanduang. Bundo Kanduang sendiri dikenal sangat berpengaruh dalam sejarah emansipasi wanita di Minangkabau.
Sejarah Kerajaan Istana Pagaruyu Batusangkar
Istana Pagaruyung adalah salah tempat salah satu Kerajaan yang pernah berdiri di pulau Sumatera. Dengan nama suku Minangkabau yang bergaris keturunan menurut ibu atau dikenal dengan matrilineal, sebutan lainnya adalah matriarkhat atau matriarkhi. Wilayahnya terdapat di provinsi Sumatera Barat.
Nama kerajaan ini diambil dari nama pohon Nibung atau Ruyung. Kerajaan Pagaruyung ini runtuh pada masa Perang Paderi. Ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu.
Kerajaan Pagaruyung sangat erat kaitannya dengan Majapahit. Ini terlihat jelas pada sejarah Adityawarman yang pernah memimpin Kerajaan Pagaruyung. Sebelumnya kerajaan Pagaruyung tergabung dalam Malayapura. Sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi.
Termasuk pula di dalam Malayapura adalah kerajaan Dharmasraya yang sekarang menjadi sebuah kabupaten di dalam provinsi Sumatera Barat dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman yang lainnya. Adityawarman sendiri adalah kerabat dekat dari keluarga kerajaan Majapahit. Bersama Gajahmada disebutkan pula Adityawarman pernah bekerja sama menaklukan Bali dan Palembang dengan kerajaan Sriwijaya-nya dibawah panji Majapahit.
Istana Pagaruyung pada mulanya merupakan kediaman dari Raja Alam, sekaligus pusat pemerintahan dari sistem konfederasi yang dipimpin oleh tiga pemimpin (triumvirat). Yang dikenal dengan sebutan ‘Rajo Tigo Selo’. Sebagai pemipin utama, Raja Alam dibantu oleh dua wakilnya, yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo dan Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus.