Secara umum Satu suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro. Dalam penanggalan Jawa, dihitung berdasarkan penggabungan kalender Islam, kalender masehi, dan Hindu. Masyarakat Jawa menyebut 1 Muharram atau pergantian Tahun Baru Islam sebagai malam satu suro.
Menurut pandangan masyarakat jawa Satu Suro merupakan hari yang sakral, hari dimana dianggap keramat terlebih bila jatuh pada Jumat Legi. Dan sebagian besar masyarakat Jawa masih mempercayai bahwa malam satu Suro memang malam istimewa. Di berbagai daerah banyak tradisi memperingati Tahun Baru Jawa sekaligus Islam ini. sementara itu, di lingkungan Keraton Surakarta dan Yogyakarta, beragam ritual dan kirab digelar .
Ritual Malam Satu Suro
Selain di larang kemana-mana pada saat malam satu suro kecuali untuk berdoa dan melakukan ibadah lain, berikut ritual yang di lakukan pada saat malam satu suro :
Ritual Bentuk Tolak Bala dan Ucapan Syukur
Malam 1 Suro terkenal sebagai malam yang sakral, keramat dan mistik. Moment ini dianggap suci karena merupakan pergantian kalender tahunan bagi masyarakat Jawa. Tak heran masyarakat Jawa kerap melakukan sejumlah tradisi dan ritual untuk memperingatinya.
Istilah Suro berasal dari ‘Asyura (bahasa Arab) yang berarti kesepuluh. Suro kemudian menjadi bulan awal(tahun baruan) hitungan kalender Jawa. Pada malam itu masyarakat Jawa akan melakukan introspeksi diri terkait apa yang telah dilakukan pada tahun yang telah dilalui dan menyambut tahun yang baru.
Jika dilihat dari pertemuan waktu kalender Jawa dan Masehi, Malam 1 Suro jatuh pada hari ini, Jumat, 29 Juli 2022. Tradisi ritual malam satu suro awalnya diadakan oleh keraton Yogyakarta dan Surakarta. Kemudian diwariskan turun temurun ke generasi berikutnya.
Kegiatan ritual muncul karena kedua Kesultanan itu memaknai Malam 1 Suro sebagai malam yang suci. Bulan Suro atau Muharram pun disebut sebagai bulan penuh rahmat.
Ritual Jamasan Benda Pusaka dan Mustika
Sakralnya malam satu Suro dianggap sebagai waktu yang pas untuk Jamasan (memandikan) benda pusaka dan mustika. Abdi Dalem Kraton Yogyakarta biasa menjamas pusaka seperti Kereta Kencana, Keris, Gamelan dan senjata.
Benda pusaka ini dibersihkan agar tidak berdebu dan mudah rusak. Sebelum pembersihan dilakukan, akan dimulai dengan sejumlah ritual seperti membakar kemenyan dan berdoa di depan benda pusaka.
Ritual Mubeng Beteng Kraton Yogyakarta
Sebagian masyarakat Jawa memaknai malam 1 suro sebagai waktu untuk berdiam dan mengevaluasi diri. Serta melakukan ritual pengendalian diri. Salah satu tradisi yang berkembang adalah Mubeng beteng alias mengelilingi Benteng Keraton Yogyakarta tanpa suara.
Prosesi mubeng benteng juga dilakukan oleh para abdi dalem keraton dengan mengenakan pakaian khas Jawa dan tidak menggunakan alas kaki. Ritual ini biasa dimulai tepat pukul 00.00 wib. Diawali dengan prosesi pelepasan abdi dalem sambil membawa obor dari komplek Keraton Yogyakarta.
Masyarakat diperbolehkan mengikuti ritual ini. Syaratnya semua peserta dilarang bersuara atau mengobrol dan tanpa alas kaki selama memutari benteng. Warga memutari benteng dari belakang para Abdi dalem sambil memanjatkan doa.
Tradisi ini bertujuan untuk mengucap syukur serta mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu ritual ini sebagai bentuk tirakatan atau memohon keselamatan Tuhan untuk satu tahun kedepan.
Ritual Kirab 1 Suro ‘Kebo Bule’ Keraton Surakarta
Keraton Surakarta juga punya tradisi unik di malam 1 suro. Tradisi ini adalah melakukan kirab (perarakan) benda pusaka dan kerbau bule. Proses perarakan dimulai dengan membawa benda pusaka ke Parasdya, Keraton Surakarta. Kemudian Sinuwun (Raja Paku Buwono) memutuskan beberapa bangsawan dan abdi dalem untuk mengikuti kirab sesuai rute yang telah ditentukan.
Prosesi arak-arakan biasa dimulai pukul 00.00 dari Parasadya. Rutenya mengelilingi beberapa jalan protokol di Kota Solo dengan diiringi para punggawa dan prajurit istana. Tiap pusaka yang dikirab itu dilindungi kain beludru dan diangkat oleh dua orang.
Yang membuat menarik salah satu benda pusaka itu adalah kerbau albino yang bisa disebut Kebo Bule. Binatang ini dianggap keramat karena menjadi hewan kesayangan raja. Kawanan kebo bule menjadi pembuka jalanan saat prosesi kirab malam 1 Suro berlangsung.
Selama kirab berlangsung, semua peserta diwajibkan berlaku patut dan sopan. Mereka juga dilarang berbicara, makan, minum, dan merokok.
Ritual Berpuasa dan Tidak Tidur Semalaman
Bagi sebagian masyarakat jawa, diselenggarakan tradisi prihatin di malam 1 suro. Bentuk Tradisi ini berupa menahan Ngelih (Lapar), tidak Mlaku (Berjalan) dan tidak Melek (Tidak tidur). Bentuk menahan lapar adalah dengan berpuasa. Biasanya masyarakat Jawa melakukan puasa selama beberapa hari yaitu sejak malam satu suro hingga beberapa hari kemudian. Ritual ini dijalankan sebagai bentuk intropeksi diri.